Rabu, 04 Mei 2016

Resensi : Teori Sosial Kritik – Ben Agger

Buku ini memperkenal kepada para pembaca berbagai teori sosial kritis, yamg dikaji dari sumber aslinya maupun dari berbagai sumber sekunder. Perkembangan cepat dalam literatur sekunder teori sosial menunjukkan adanya peningkatan minat dalam teori kritis, baik di dalam maupun di luar sosiologi. Buku ini mempersembahkan berbagai varian teori sosial kritis terbaru sperti, Mazhab Frankfurt, teori-teori Feminis, Cultural Studies  dan sebagainya. Teori-teori ini berkembang cepat meskipun kadang-kadang sangat kontroversial. Buku ini juga menguraikan sekaligus melawan kritik bahwa teori sosial kritik telah berakhir. Di dalamnya terdapat argumen bagi berlanjutnya lelayakan teori sosial, khusunya pada zaman posmodernisme. 

Teoritis Mazhab Frankfurt yang dulu dinamakan Institute for Social Research (Institut Penelitian Sosial), dibangun pada tahun 1923. Mengembangkan satu versi penting Neo-Marxisme yang disebut teori kritis. Theodor Adorno, Herbert Mercuse, Max Horkhmeir serta mahsiswa Adorno dan Horkhmeir Jurgen Habermas membuat revisi canggih atas teori asli Marx, melalui rekonstruksi filosofis dan psikoanalisis Marxisme. Mereka berkarya dalam semangat menjaga warisan Marxis, di atas semua kritik atas alienasi. Meskipun mereka mengidentifikasi mereka sendiri sebagai Marxis, dengan standar Marxisme dan determinasi Marxis ortodoks, namun mereka menghianati Marxisme asli dengan terlalu jauh mengakulturasi ke teori estetika. 

Rumusan ulang Marxisme Adorno, Horkhmeir dan Mercuse berisi dua elemen krusial: mereka menawarkan satu analisis penting dialektika pencerahan (Horkhmeir & Adorno, 1972) untuk menjelaskan positivisme telah menjadi mitologi, dan mereka menawarkan konsep industri budaya (Horkhmeir & Adorno, 1972) untuk menjelaskan aspek ideologis dan meliputi kultural (yang disebut Mercuse (1964) dengan “kesatuan satu dimensi” dan Adorno (1970) “administrasi total” ). Ide ini di eksplorasi Ben sebelum menyimpulkan rumusan ulang asli Marxisme teoritis Frankfurt. Meskipun Habermas membangun berdasarkan pandangan Horkhmeir, Adorno dan Mercuse, dalam hal-hal kritis dia membedakan dirinya dari mereka, dengan mengacu pada kedua teori sosial mainstream dan ilmu sosial dengan cara yg tidak mereka lakukan dan merekonstruksi teori sosial kritis dalam istilah yang lebih mendasar dibandingkan dengan gurunya. 
 
Horkhmeir dan Adorno (Hork Ador) dalam Dialectics of Enlightenment (1972) (Dialektika Pencerahan) mengkritik semua teori modernitas termasuk teori Marx, atas ketidak peduliannya pada isu yang mereka sebut dominasi. Dalam hal ini, mereka menyatakan bahwa teori kritis mereka sendiri lebih merupakan kritiknya kepada kapitalisme. Dominasi menurut Hork Ador, mengacu kepada kegemaran masyarakat Barat melihat dunia, termasuk alam, sebagai objek yang harus dikuasai bagi kemanfaatan manusia. Meskipun Hork Ador secara jelas mengakui adanya kebutuhan makanan, pertanian dan industri bagi teknologi secara umum mereka membedakan penguasa alam dengan dominasi astasnya. Sejak zaman Yunani kuno (dan mereka menggunakan tulisan Homer Odyssey sebagai contoh yang relevan) manusia berusaha mengatasi kekuatan mereka dengan menaklukkan berbagai elemen di luar mereka, termasuk alam, perempuan, anggota kelompok minoritas, dan yang disebut dengan masyarakat primitif.
 
Mazhab Frankfurt, mengemukakan prinsip dasar peradaban Barat yang di dalamnya kritik khusus Marx tentang alienasi dapat ditempatkan: dominasi pada kapitalisme akhir dapat dilacak dari ide Yunani awal tentang bagaimana orang (subjek) dapat menguasai dunia (objek). Namun teori kritis juga mengemukakan sumber dominasi. Dalam Dialectic of Enlightenment, Hork Ador mengembangkan konsep industri budaya, yang mereka elaborasi dalam karya empirik dan teoritik. Dalam konsep industri budaya, mereka mengacu kepada cara di mana hiburan dan media massa menjadi industri pada kapitalisme pasca Perang Dunia II dalam mensirkulasi komoditas budaya maupun dalam memanipulasi kesadaran manusia.

Teori feminis banyak berkonstribusi bagi perkembangan teori kritis. Betty Friedan  (The Feminine Mystique) berpandangan bahwa masalah perempuan semakin tidak terungkap, teori feminis menyuarakan isu yang sebagian diabaikan oleh teoritis laki-laki. Membaca dalam satu buku teori feminis yang hampir sepenuhnya di isi oleh laki-laki merupakan hal yang kontroversial, karena adanya kritik teori feminis yang tidak pandang bulu atas teori dan pengetahuan “malestream”. Feminis mengkonsepsikan patriarki sebagai masalah struktural bagi perempuan yang secara umum telah diabaikan oleh sebagian teoritis laki-laki, yang menempatkan dominasi dalam isu politik dan ekonomi yang darinya perempuan telah banyak disingkirkan. Poin penting pernyataan antara feminis dan Marxis telah menjadi isu hubungan antara patriarki dan kapitalisme.

Feminis Liberal menyatakan bahwa laki-laki dapat dinalar, diyakinkan untuk memikul beban lebih banyak dalam merawat anak dan kerja domestik dalam satu pembagian peran di dalam perkawinan. Namun beberapa studi menunjukkan bahwa suami lebih marah manakala istri mereka mengharapkan mereka lebih banyak melakukan pekerjaan rumah. Ini artinya suami memiliki kepentingan politis dalam membangun satu pembagian kerja yang tidak seimbang. Terdapat konflik yang lebih pada pasangan dengan kesetaraan perkawinan yang lebih besar dalam hal ini dibandingkan pada pasangan dengan pembagian kerja rumah tangga tradisional. Dengan sendirinya tidak ada alasan bagi istri untuk menuntut suami mereka lebih dari pekerjaannya, perubahan sering merupakan satu hal yang sangat sulit. Namun feminis liberal berasumsi bahwa negosiasi secara tradisional yang dilakukakan perempuan kepada suaminya dalam konteks keluarga akan memberikan banyak keuntungan bagi perempuan. Ini menafikan kemungkinan bahwa laki-laki memiliki kepentingan struktural dalam menindas perempuan dan menolak lebih banyak alternatif radikal semacam penolakan perkawinan secara keseluruhan.

Cultural studies sebagai mode teori sosial kritis berasal dari kerangka Marxis dan Neo-Marxis dalam menganalisis budaya, elit maupun populer, sebagai satu metode ideologi. Ini tidak berarti bahwa Ben menerima reduksi mekanistik ideologi kultural pada basis ekonomi kapitalisme sehingga budaya semata-mata merupakan refleksi dan perluasan dari basis tersebut. Berangkat dari teosi sosial kritis Marxis di sini Ben melihat bahwa mode cultural studies banyak berkonstribusi pada penteorian sosial. Marx & Engels dalam buku German Ideology mencatat bahwa “ide yang berkuasa adalah ide kelas yang berkuasa” artinya ideologi mayoritaslah yang akan berkuasa. Meskipun tidak ada Marxis yang setuju dengan pernyataan Marx & Engels bahwa ideologi “status quo” kapitalis, tapi teori budaya Marxis, khususnya Mazhab Frankfurt memandang kebudayaan sebagai fenomena yang lebih independen dibandingkan dengan yang dinyatakan oleh Marx & Engels. Budaya bukan semata-mata representasi sistem ekonomi namun benar-benar tampak beroperasi secara independen dari ekonomi. Dengan beberapa pernyataan di atas Ben lebih cenderung dengan pernyataan Mazhab Frankfurt yang mengkritik pernyataan Marx & Engels, yang berarti bahwa Ben sendiri telah berhianat.
 
Di satu sisi, teoritis budaya Marxis menganalisis dan mengkritik ideologi seperti agama. Mereka setuju dengan Marx bahwa banyak sistem kepercayaan itu membantu menginterpretasikan sistem ekonomi dan sosial saat ini dengan di kehidupan setelah mati dan bahwa sistem ekonomi kapitalis bersifat rasional dan adil. Mengutip lagu John Lennon (Working Class Hero, 1970) yang dalam salah satu liriknya mengatakan “mereka akan meracunimu dengan agama” disini kita dapat melihat dalam kutipan lagunya bahwa agama tidak lepasnya adalah candu yang meneruskan pemikiran Karl  Marx. Di lain sisi teoritis budaya Marxis menolak pandangan bahwa ideologi semata-mata satu refleksi, cerminan dan representasi ekonomi yang dimuntahkan oleh ekonomi hanya sebagai sistem simbol kepalsuan. 

Dalam hal ini, teori budaya Marxis, yang mengawali gerakan cultural studies, merumuskan ulang konsep Marxis tentang ideologi. Marx memahami ideologi sebagai sistem mistifikasi yang membingungkan, mendistorsi realitas, mempropagandakan kepalsuan seperti klaim bahwa ketika orang mati mereka akan ke surga; teoritis budaya Marxis, sebaliknya berpandangan bahwa ideologi menjadi sistem ide, konsep dan representasi yang lebih kompleks dan tak terpatahkan, yang langsung menutup pintu bagi perubahan sosial radikal dan membuka pintu bagi prestasi individu.  


Referensi : Ben Agger : Teori Sosial Kritik
                  John Lennon, Plastic Ono Band (1970) : Working Class Hero

Tidak ada komentar:

Posting Komentar